Pemindahan pedagang kaki lima di kawasan pecinan kota magelang sejak awal bulan April 2014 ke pasar Rejowinangun Baru merupakan langkah pemerintah untuk melakukan penataan kota secara menyeluruh termasuk kawasan pecinan yang menjadi salah satu pusat kegiatan masyarakat dan wisata di Kota Magelang. Meskipun seperti halnya kebijakan-kebijakan lain yang pasti selalu menimbulkan pro dan kontra, dibalik hal tersebut ada beberapa hal yang jika diperhatikan, ikut hilang seiring dengan pelaksanaan kebijakan ini. Berikut beberapa hal yang sekarang tidak bisa dilakukan lagi dipecinan.
- Pulang Sekolah Jalan-Jalan
Dulu sebelum pecinan dipindah, sering terlihat ketika jam bubar sekolah, banyak anak-anak yang masih berseragam SMA atau SMP terlihat berjalan bergerombol melewati kawasan pecinan. Momen-momen ini biasanya dimanfaatkan para siswa cowok untuk membeli aksesories seperti topi atau ikat pinggang sembari lirik-lirik ke siswi wanita yang lewat disekitarnya. Selain dengan alasan membeli pernak-pernik dan sekedar cuci mata, beberapa siswa yang sudah berani merokok memanfaat pecinan sebagai tempat menghabiskan batang rokoknya sebelum sampai ke rumah. Entah baik dulu atau lebih baik sekarang tapi yang jelas hal ini sekarang sudah jarang.
- Mampir Beli Kaos Kaki
Tidak mengenal tahun ajaran baru atau tidak, penjual kaos kaki selalu dibutuhkan setiap saat. Sering kali terlihat seorang bapak mengantar anaknya membeli kaos kaki di pedagang kaki lima kawasan pecinan tanpa turun dari motornya. Dengan alasan lebih hemat parkir dan waktu, membeli barang-barang sederhana seperti kaos kaki ternyata lebih enak dilakukan di pecinan. Bisa bayar langsung pergi. Bisa nawar tidak jadi beli. Terus muter sekali, bioskop krisna belok kiri, sampai pecinan coba tawar lagi.
- Sandal Darurat
Hal ini sangat sering terjadi dan yakin sekali banyak diantara warga magelang khususnya wanita, yang pernah mengalaminya. Sandal darurat disini adalah ketika cewek dari rumah sudah niat jalan-jalan. Tapi dengan santainya memilih sepatu hak tinggi atau yang ukurannya jelas-jelas kekecilan namun dipaksakan dengan alasan fashion. Dan terjadilah ketika berjalan-jalan disepanjang pecinan yang bisa dibilang jalan yang tidak bisa dibilang dekat, kebanyakan wanita bersepatu menyiksa tadi akhirnya menyerah dan membeli sandal-sandal murah yang berada disepanjang troroar kawasan pecinan. Cukup 25 ribu, sandal yang nyaman sudah bisa didapatkan.
- Motor Naik Trotoar
Entah ini efek dari pemindahan PKL oleh pemerintah atau memang pengendara motornya yang lebih suka kalau trotoarnya ramai. Seperti yang diketahui bersama ketika pecinan menjadi pusat perdagangan kaki lima, lalu jalan untuk pedestriannya dilebarkan agar lebih membuat pejalan kaki nyaman, banyak pengendara motor yang naik ke trotoar pecinan, melawan arah, dengan kecepatan yang tidak pelan. Padahal sudah tahu bahwa lantai dari kawasan pejalan kaki di pecinan sangat licin sekali meskipun tidak hujan. Sudah tidak terhitung lagi berapa pengendara jatuh yang nekat melawan arus dengan melewati area pejalan kaki. Sudah tidak terhitung berapa anak kecil yang tertabrak lalu si pengendara motor malah yang marah-marah. Sudah tidak terhitung berapa kali petugas ketertiban memperingatkan para pengendara bermotor ini. Namun semua ini bisa dibilang sangat berkurang jumlah pelanggarnya. Sangat jarang sekali sekarang ini melihat motor lalu lalang dengan santai melewati kawasan pejalan kaki di pecinan. Padahal jalannya lebih sepi, lebih luas tanpa gangguan. Atau mungkin para pengendara motor ini menganggap kurang menantang kalau tidak ada anak kecil tidak digandeng orang tuanya, ada orang tua yang jalan saja susah apalagi minggir?. Seiring dengan semakin sepinya pejalan kaki di pecinan. Semakin sedikit pengendara motor ugal-ugalan di trotoar. Ini baik? atau memang pemotor yang salahan?
- Desak-Desakan Pas Malam Lebaran
Hal terakhir yang mungkin tahun ini sudah tidak bisa lagi dilakukan dan pasti semua orang akan kangen dengan prosesi desak-desakan ini. Dengan bersihnya kawasan pecinan dari pedagang kaki lima, ketika menjelang lebaran berarti tidak akan ada lagi lapak dagangan di kiri kanan bahu trotoar. Tidak ada lagi tenda-tenda pedagang yang bisa digunakan untuk berteduh para pejalan kaki. Tidak ada lagi tenda-tenda dadakan yang setiap malam dijadikan pedagang untuk tidur dibanding memilih membereskan dagangannya. Dan yang jelas tidak ada lagi desak-desakkan antara orang, motor, becak dan lapak pedagang ketika menjelang lebaran. Hal ini sudah berlangsung puluhan tahun. Dan tiba-tiba hilang. Pastinya banyak dari masyarakat yang ingin setiap lebaran tradisi ini tetap ada. Begitu juga para pencari nafkah dari kantong pejalan kaki. Tapi, ada pengecualian. Ketika pedagang kaki lima menjelang lebarang diperbolehkan berjualan di kawasan pecinan dengan batasan waktu. Tradisi ini akan tetap ada turun temurun.